Fhoto di Bengkulu

Expedisi



10-12 Juli 2009

Teknis perjalanan
Setelah selesai sholat jumat kami mengadakan pertemuan bersama, guna membahas kelanjutan teknis perjalanan yang sudah dibahas bersama malam sebelumnya. Karna cuaca mendadak mendung, dan sedikit hujan, akhirnya truk yang mengantar perahu tidak bisa sampai pertengahan sungai. Terpaksa tim dibagi menjadi 2 tim, sebagian membawa perahu dari hilir menuju ketengah sungai, dan sebagian menaiki truk sampai batas mampu truk menghantar tim lainnya.
Perjalanan dimulai pada tanggal 10 juli 2009 pukul 13.30 wib, star dari sekertariatan LPI (lembaga pendidikan islam Moko muko), jumlah tim yang berangkat 15 anggota. Dari pihak Walhi berjumlah 6 anggota ( zenzi direktur ekskutif Walhi bengkulu,Firman,Martin,Dwi dan Rini) Pihak dari Wartawan Tempo ( Ari pratama) dan beberapa warga penduduk lubuk bento sebagai penunjuk jalur lokasi penelusuran sungai.
Target penyusuran tim adalah mencapai air terjun di hulu sungai Air Berau. Beberapa perlengkapan sebagaian sudah disiapkan warga, seperti perahu kayu atau biasa mereka menyebutnya dengan nama Biduk, alat masak tenda dan logistik lainnya untuk kebutuhan makan tim di lapangan. Tim pembawa perahu lengkap dengan alat-alat kebutuhan tim menuju ketengah sungai, beberapa kesulitan yang dihadapi tim pembawa prahu adalah mereka harus melawan arus sungai yang cukup deras. Tim pembawa perahu dan tim pejalan kaki direncanakan akan bertemu di dekat wilayah hulu sungai. Bapak  Maridun yang merupakan juru kunci sungai Air berau menyebut lokasi itu dengan nama Kota Embun, Bapak Maridun sendiri adalah tokoh masyarakat yang cukup di kenal di wilayah sekitaran sungai Air Berau.
Kurang lebih 30 menit tim pejalan kaki turun dari truk,kemudian melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki.sekitar 20 menit tim pejalan kaki sampai di wilayah sungai yang disebut sebagai Kota Embun. Banyak bebatuan disana, air sungai yang jernih dan tebing sungai yang tinggi mempercantik panorama Air terjun yang bisa dilihat tidak jauh dari Kota Embun. Bapak Maridun mengintruksikan tim pejalan kaki untuk menyiapkan segala sesuatunya, karna rencana tim akan bermalam di kota Embun. 18.30 Wib tim pembawa perahu mulai terlihat datang, dikegelapan malam terlihat beberapa anggota tim begitu riang melihat keberadaan kami, terlihat samar baju baju tim pembawa perahu basah kuyup dengan air sungai.
Malam mulai larut, tim 15 kini sudah kembali bersama. Terlihat beberapa anggota tim sibuk mencari kayu bakar yang sebagian untuk dijadikan api unggun, dan sebagian untuk memasak. Ka Asra, Rini dan Martin sibuk dengan kegiatan memasaknya, Zenzi yang terlihat kelelahan duduk bercengkrama dengan bapak Maridun dan beberapa warga lainnya. Api unggun mulai membesar, memang tidak sulit untuk membuatnya, selain banyak kayu kering, cuaca juga terlihat tidak hujan.
Ka Asra, Martin dan Rini selesai membuat masakannya, tim berkumpul mengitari api unggun, yang disusul hidangan makan yang siap saji di tengah-tengah tim. Menu makanan terlihat nampak tidak jelas dibalik kilatan-kilatan api unggun yang semakin lama semakin membesar. ”sra carikan kayu lagi untuk api unggun” perintah bapak Maridun kepada cucungnya itu ( cucung sebutan untuk cucu dari bahasa daerah mereka).
Beberapa bintang nampak terlihat dengan jelas di malam itu, suara beberapa binatang yang tidak pernah berhenti terdengar membuat suasana semakin menjadi berbeda, ditambah dengan cerita-cerita bapa Maridun juga menjadi semakin melengkapi suasana. Mendadak Bapa Maridun sedikit berteriak ” air meluap...!!! barang-barang diangkat keatas dataran tinggi” itu perintah beliau. Serentak tim langsung bekerja cepat, ada yang memasang terpal untuk alas yang diletakan berada di daerah daratan lebih tinggi, dan ada juga yang mengumpulkan barang-barang tim lainnya. Menurut bapak Maridun, arus sungai Air berau ketika meluap tidak lagi dalam hitungan jam, namun datangnya hanya persekian menit, artinya posisi yang kami tempati untuk istirahat akan terendam dalam hitungan menit. Wajar kemudian bapa Maridun sedikit cemas dan buru-buru beliau memerintahkan tim untuk mengamankan diri kedaerah datran yang lebih tinggi.
Setelah beberapa waktu berjalan, debit air hanya bertambah sedikit di permukaan, artinya banjir tidak terlalu besar. Acara selanjutnya semua anggota tim beristirahat dan beranjak tidur. Ada beberapa dari kami yang berani untuk tidur di atas batu-batu,  juga ada yang tidur di dataran lebih tinggi menggunakan terpal yang sebelumnya sudah disiapkan untuk menghindari dari banjir. Beberapa warga nampak berkelakuan aneh, mereka mencari daun-daun pohon untuk alas tidur, daun pohon itu kemudian disusun mirip dengan bentuk sarang burung dikelilingi batu-batuan yang keras.
Matahari belum benar memunculkan sinarnya, beberpa burung dan monyet-monyet bersuara nyaring, mungkin mereka terheran melihat kehadiran kami, mungkin juga timbul ketakutan dan kecurigaan terhadap kami. Sarapan pagi mulai dipersiapkan, beberpa hasil tangkapan ikan langsung dibuat menu makan, racikan bumbu yang cukup sedap dirasakan di lidah membuat tidak ada lagi yang tersisa di alat masak. Barang-barang kembali dibenahi, disusun rapi diatas perahu, rapat dengan bungkusan terpal yang dijadikan alas tidur semalam. Barang-barang memang harus benar-benar tertutup rapat, karna medan sungai cukup deras dan ditakutkan airnya masuk kedalam perahu.
Sebelum berangkat, bapak Maridun membuat sebuah racikan sesuatu pada sebuah batok kelapa, di dalamnya ada buah jeruk limo dan sedikit air. Bapa Maridun menyarankan kesemua anggota tim untuk mengusap air racikannya kesemua wajah tim, dan semua tim melakukannya, ini disebut bapak Maridun sebagai mandi Limao. Mandi Limao merupakan ritual dan prasyarat untuk memasuki wilayah sungai yang menuju hulu. Tiga kapal membagi anggota tim, dua perahu besar membawa enam anggota beserta barang bawaan dan sisanya masuk perahu kecil. Perahu kecil langsung dikemudikan oleh bapak Maridun sendiri di temani seorang warga lain, dia bernama bapak Jepri, umurnya sekitar 70 tahunan, pendiam namun ramah dan sering tertawa kecil, dia yang disebuat oleh  firman sebagai panglima cenghou, karna mungkin selain pemilik perahu kecil itu, dia juga nampak berani diatas perahu dengan selalu bertindak berani di atas perehunya.
08.00 Wib tim mulai berangkat, beberapa temapat mulai terlihat berbeda, tebing tinggi dan hutan-hutan lebat mulai mewarnai perjalanan. ” Kita mulai memasuki perbatasan TNKS” teriak bapa Maridun ( Taman Nasional Kerinci Seblat).
08.00 Wib tim mulai berangkat, beberapa tempat mulai terlihat berbeda, tebing tinggi dan hutan-hutan lebat mulai mewarnai perjalanan. ” Kita mulai memasuki perbatasan TNKS” teriak bapak Maridun. Benar saja setelah memasuki wilayah Taman Nasional Kerinci Sebelat pemandangan banyak berubah. Tidak hanya dinding-dinding sungai, namun juga hutan dan beberpa hewan mulai menampakan diri dengan jelas. Ada beberpa orang hutan, siamang, dan beberapa berang-berang yang selalu bersembunyi ketika kami lewat.
Cuaca hujan yang rintik-rintik menambah suasana semakin dingin dan sepi, tidak ada pilihan lain dalam diri kami kecuali menyatukan diri dengan pesona alam yang sangat begitu mempesona. Ada beberap perasaan melintas tentang sungai ini, perasaan cemburu ketika suatu saat nanti orang-orang kota berduyun-duyun datang untuk menikmati alam sungai yang sekarang kami saksikan dan kami rasakan. Perasaan yang kemudian menghantui rasa bersalah dikemudian hari karna sedikit banyaknya kami telah terlibat untuk mempublikasikan keberadaan sungai ini, jika memang rencana tim akan mengkampanyekan tentang keindahan sungai Air berau ke Publik.
Ada sebuah cerita kepercayaan bagi orang-orang desa disekitar sungai, dan ini bagiku adalah sebuah motif kearipan untuk menjaga keutuhan sungai. Sebuah cerita tentang mahluk alam gaib yang berada di wilayah sungai Air Berau. Mahluk-mahluk alam gaib itu dipercaya semakin tersisih karna bertambahnya pembukaan wilayah perkebunan di sekitar sungai, dan wilayah TNKS adalah pertahanan terakhir bagi para mahluk alam gaib itu bertahan.
Jika di cermati, dalam kepercayaan ini berusaha untuk mengingatkan kita semua, bahwa perpindahan mahluk itu bersamaan dengan pengrusakan wilayah sekitar sungai, semakin pengrusakan wilayah sungai itu mendekati hulu, maka semakin juga dipastikan mahluk alam gaib itu kedepannya tidak memiliki lagi tempat untuk bertahan. Ini juga akan dialami beberapa jenis hewan yang akan ikut menerima imbasnya. Kerusakan ekosistem akan berkaitan dengan pola aktifitas keseharian semua mahluk yang ada di dalamnya, dan sebuah keharusan dari pemahaman kita semua, tentang bagaimana menyikapi keberadaa mahluk gaib dan seluruh mahluk lainnya di sekitar sungai adalah tidak lain untuk membatasi tindakan manusia untuk melakukan pengrusakan.
Perahu yang kami kendarai semakin lama semakin dalam memasuki wilayah TNKS, hujan yang tidak begitu besar dengan setia mengawal perjalanan kami. Jalur aliran sungai yang tidak lebih dari 5 meter dan di kiri kanan berdiri tegak dinding tebing batu yang menjulang tinggi membentuk jalur lorong membuat semua anggota tim hanya terdiam, hanya beberapa kata-kata dari bapa Maridun menjelaskan wilayah yang sedang kami lalui, kami seperti memasuki alam baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Itu kubah masjid” teriak bapak Maridun, relife yang terlihat mirip dengan kubah mesjid itu berukuran sekitar panjang 3 meter dan lebar 4 meter sangat jelas terlihat. Menurut bapak Maridun juga, kubah masjid itu terbentuk oleh kikisan arus sungai dan prosesnya sudah mencapai puluhan tahun hingga ratusan tahun. Di penghujung jalur lorong, kami menemukan sebuah batang kayu raksasa yang menyangkut di ujung lorong, posisi batang kayu raksasa itu melintang di atas jalur lorong itu, menjadi seperti sebuah jembatan yang kokoh. Batang kayu yang terbawa arus sungai pada saat terjadi banjir bandang dan tersangkut diantara 2 sisi tebing menandakan sangat besarnya debit air yang pada kala itu terjadi. Ukuran basar panjang batang kayu yang melintang di atas jalur lorong itu diperkirakan mencapai Panjang 30m dan Lebar 2 meter. Jika batang kayu itu jatuh kebawa, pada saatnya nanti pasti akan tergantikan oleh batang kayu lainnya untuk mengantikan batang kayu lama, begitu seterusnya.
13.30 wib kami sampai di sebuah Goa, nama Goa itu di berikan oleh leluhur sebagi Goa kambing, karna memang tidak jarang binatang kambing selalu menempati goa tersebut. Goa kambing terletak di pinggir sungai berada di wilayah TNKS. Di depan goa terbentuk danu kecil sebagai jalur aliran sungai, lalu diseberang sungai yang berhadapan dengan goa kambing terdapat juga sebuah goa, ukuran goa tidak terlihat besar namun menurut kepercayaan bapa maridun,walaupun goa itu terlihat kecil di pintu depannya, namun terdapat sebuah ruangan besar di dalamnya. Tebing-tebing batu keras mengelilingi posisi keberadaan goa, tebing yang sangat cocok untuk mejadi wilayah para pemanjat tebing untuk melakukan kegiatannya. Jenis batu yang tidak mudah rapuh bisa dijadikan angkor dan jalur yang menarik bagi para pemanjat tebing. Di tambah lagi dalam persoalan keamanan pemanjat, tidak akan terjadi kepatalan dalam kecelakaan ketika terjadi sebuah insiden jatuhnya pemanjat, karna di bawahnya terbentang cukup luas aliran sungai yang membentuk danau kecil.
Tim berencana akan menjadikan goa kambing sebagai tempat bermalam, sebelum melanjutkan perjalanan menuju air terjun. Semua barang-barang perlengkapan ditinggalkan di mulut goa, juga 2 anggota tim kemudian bertugas untuk menjaganya ( Martin dan salah seorang penduduk desa).
Setelah beberapa waktu beristirahat, tim kembali berangkat menuju Air terjun hanya beberapa alat bantu seperti perahu dayung, alat pribadi dan alat dokumentasi saja yang berani kami bawa. Alasannya ialah, karna arus sungai yang menuju langsung Air terjun sangat deras dan rawan akan sebuah kecelakaan.13 anggota tim berangkat, waktu menunjukan 14.05 Wib. Perjalanan belum lagi jauh, namun hujan deras tiba-tiba mengguyur kami. Bapa Maridun sebagai kepala tim penelusuran belum mengatakan sesuatu dalm kondisi saat itu. Perjalanan terus dilakukan, arus sungai mulai membesar, batu-basar dan kecil banyak sekali terhampar di sekeliling jalur sungai. Beberapa anggota tim yang senang untuk turun dan menikmati dinginnya air sungai, terlihat begitu cekatan, terkadang mereka harus merambat didinding-dinding sungai, terkadan juga berenang melawan arus namun tidak sedikit pula mereka harus berjalan di pinggir sungai. Di pertengahan jalan, hujan belum lagi berhenti kami menemukan sebuah goa kembali, letak goa itu ada persis di sebelah kiri jalur perjalanan kami. Posisisnya yang cukup tinggi dari permukaan air sungai, membuat pemandangan goa itu sangat ekslkusif dari zona aliran sungai, karna tidak mudah untuk dilihat dan tidak mudah untuk dimasuki.
Babak Maridun dan seorang warga mulai turun dari perahu, dan kemudian mereka langsung mendaki goa tersebut. Rini tidak ketinggalan untuk juga ingin mengikuti bapak Maridun, jalur tebing menuju goa sangat rentan terjadinya longsor, karna jalur yang menuju goa itu hanya terdapat beberapa batu-batu kecil dan yang lainnya bercampur tanah merah dan kerikil yang cukup berbahaya jika dinaiki.
Bapak Maridun tidak lama kemudian menyarankan untuk tidak melanjutkan pendakian menuju goa itu, karna semakin keatas, semakin jalur medannya semakin rapuh dan mudah longsor.
Perjalanan kembali dimulai dan hujan semakin terasa derasnya. Mendekati wilayah air terjun, bapak Maridun mendahului tim dengan jarak yang cukup jauh. Bapak Maridun yang ditemani bapa Jepri, berjalan mendahului, kami sejenak berhenti. Kemudian terlihat bapak Maridun berlari kecil bersama bapa Jepri, ”air meluap....!! air meluap kembali kegoa kambing..!!” teriak bapa Maridun dengan irama dan paras wajah yang cukup tegang. Wajah bapak Maridun terlihat berbeda kali ini, kecemasan akan keselamatan tim benar-benar menjadi taruhannya, bapak Maridun benar-benar yakin kali ini banjir akan segera datang. Dan artinya tinggal menunggu seberapa besar banjir itu akan menerjang kami. Kami terus bergerak mundur menuju goa kambing. Tidak satu katapun dari mulut-mulut anggota tim, semua terlihat tegang hanya bergerak dan menjauh dari hulu sungai.
Beberapa anggota tim terliahat begitu lelah, tidak jarang kami terjatuh ketika harus turun dari perahu dan berjalan di pinggiran sungai, merangkak, berlari apapun terus dilakukan agar kami cepat sampai di goa kambing tempat yang cukup aman dari sergapan banjir sungai. Arus air memang terlihat begitu cepat meluap, namun masih dalam batas tidak membahayakan tim penelusuran. Ada hal yang cukup dibanggakan dari tim penelusuran sungai, karna kekompakan dan kepedulian antara satu dengan yang lain terus terjaga, walua dihadapkan dengan kondisi yang sangat memungkinkan untuk memutuskan saling menyelamatkan diri.tidak jarang beberapa penduduk memapah tim dari anggota Walhi Bengkulu,membantunya agar tidak terjatuh dan tindakan-tindakan lain yang bersifat menolong.
Sekitar kurang lebih satu jam, kami telah sampai di goa kambing. Ada rasa bersyukur karna semua tim selamat dalam perjalanan menuju goa kambing. Beberapa menu masakan telah disiapkan oleh 2 anggota tim yang tidak ikut dalam perjalanan menuju air terjun. Setelaha semua tim menyantap makanan, kami membenahi lokasi peristirahatan, menyusun tempat masak, tempat tidur dan tempat dimana kami menyimpan barang-bawaan kami.
Terlihat beberapa dari anggota tim yang lelah langsung menempatkan badannya untuk beristirahat, ada yang langsung tertidur pulas, ada pula yang duduk-duduk sambil membuka bahan obrolan ringan tentang sungai Air Berau. Namun tidak begitu lama kemudian, kami tertidur pulas. Ada sebenarnya yang cukup membahayakan dari keberadaan lokasi yang kami tempati.menurut informasi bapak Maridun jika air sungai meluap besar ada kemungkinan tempat kami akan terendam dan satu-satunya tempat yang aman untuk menyelamatkan diri adalah di dalam goa, dan letak dalam goa itu ada persis di atas tempat kami beristirahat, di samping sangat sulit untuk menjangkaunya, dalam goa tersebut juga dipercaya banyak terdapat binatang buas, seperti ular, harimau dan binatang yang cukup asing lainnya.
Namun kami kembali bersyukur, ternyata luapan air tidak sampai pada dataran tempat kami beristirahat.pukul 16.30 Wib beberapa anggota telah terbangun, ada beberapa dari mereka yang mencari tempat untuk berdiskusi, ada juga yang sibuk dengan mencuci peralatan masak dan makan. Namun ada beberpa anggota masyarakt yang pergi untuk memasang jaring ikan, jaring yang terpasang rencana akan diambil pada esok paginya.
Rini berinisiatif membuat menu masakan yang berbeda kali ini. Dia membuat nasi goreng, dalam ukuran lidah orang pulau jawa, nasi goreng yang dibuat Rini cukup pedas.
18.30 Wib waktu sholat magrib tiba, bapak Maridun dan beberapa anggota tim melaksanakan sholat magrib. Sinar matahari tidak lagi terlihat, hanya beberapa cahaya lampu minyak menyinari beberapa tempat.Bapak Maridun meminta dari pihak Walhi dan masyarakat untuk membaca Alquran, bapak Maridun menyatakan bahwa itu permintaan dan janji beliau terhadap mahluk gaib yang berada disekitar sungai.Ka Asra, ka auswari, Ari dari wartawan Tempo dan aku sendiri  kemudian bertugas untuk membacakan  Alqurannya.
Dalam perspektif keimanan manusia dan Tuhannya,mambaca Alquran adalah sebuah ibadah yang baik terlepas dari itu adalah syarat dari mahluk gaib atau tidak,tetap saja itu merupakan sebuah ritual yang bisa mengingatkan bersama bagi kita umat Muslim untuk tetap beriman kepada Alquran dengan selalu membacanya.
Malam mulai larut, beberpa diskusi kembali dibuka. Kali ini sedikit lebih serius dan dilakukan oleh semua anggota tim. Bahan diskusi malam itu membicarakan sekitaran rencana untuk mempublikasikan sungai air berau dan menjadikannya sebagai zona eko wisata. Beberapa agenda lainya juga sempat terbahas bersama, diantaranya warga masyarakat akan melakukan sebuah kegiatan pagelaran tarian Gandai yang direncanakan akan dihadiri oleh beberapa pejabat Daerah dan seluruh masyarakt yang berada di wilayah lubuk bento. Rencana untuk membentuk sebuah organisasi yang memiliki visi dan misi lingkungan juga tidak luput dari pembahasan. Organisasi ini akan mencoba sebagai alat untuk menjaga dari segala bentuk-bentuk kegiatan yang merusak keberadaan lingkungan di sekitar sungai Air berau. Organisasi yang akan dijalankan oleh bebrapa pemuda-pemuda desa ini diharapkan benar-benar akan terwujud, harapan ka Asra dalam komentarnya.
Diskusi telah selesai, ada beberapa yang berencana untuk tidur namun situasi sedikit terganggu dengan adanya insiden kecil. Ka Asra yang diperintah kan Bapak Maridun untuk menemani Rini kesungai tiba-tiba diserang gigitan semut di kakinya, spontan ka Asra sedikit emosi, dengan menggunakan sendalnya dia memukul-mukulkan sendal itu secara membabibuta, terkadang kearah sampingnya, belakang dengan harapan semut-semut yang menggigitnya terbunuh. Tidak lama kemudian giliran Ari, dia terngat semut tepat di tangannya, jenis semut ini memang secara bentuk fisik tidak beda jauh dengan semut-semut lainnya, berwarna merah, namun sengatannya lebih sakit dari semut biasa bahkan kekuatannya bisa lebih puluhan kali lipat sakitnya.
Menurut zenzi, jenis semut yang berada di sekitar tempat kami beristirahat itu memang sangat sakit jika kita tersengatnya, cara sengatan semut itu cukup unik, ketika dia menusukan taringnya kedalam kulit kita, maka dengan cepat cairan racun akan disemprotkan kedalam lubang gigitannya, lalu semprotan cairan racun itu akan masuk kedaerah syaraf, itu yang kemudian membuat kita sangat kesakitan dan wajar juga ketika ka Asra begitu emosi ketika dia tersengat semut itu.
Namun kami mempunyai keyakinan ketika posisi kita sedang tidur kemungkinan tergigit oleh semut itu sangat kecil, karna penyebab semut itu menggigit dari adanya sebuah gerakan dari tubuh kita, gerakan yang dicurigai oleh semut sebagai sebuah gerakan untuk menyerang mereka, dan wajar kemudian ketika semut itu akan menyerang kita sebagai bentuk tindakan pertahanan, karna dia tidak mempunyai sebuah pilihan. Jika kita ingat dengan hukum rimba ,maka kita akan mempercayai bahwa siapa yang terlebih dahulu menyerang dia akan mempunyai peluang selamat.
Beberapa anggota tim berinisiatif untuk membuat obrolan-obrolan kecil kembali, dengan menu minuman sedikit hangat dan diwarnai dengan tema-tema obrolan yang lucu dan menyegarkan menambah suasana semakin menyenangkan.
06.30 Wib dibarengi dengan munculnya sinar matahari yang mulai terlihat namun belum terasa hangatnya. Beberapa warga yang kemarin sore memasang jaring ikan telah pergi untuk melihat hasilnya, dan tidak begitu lama kemudian  ‘ kami dapat banyak iakan...!!!  dwi tolong di ambil gambarnya..!!! “  teriak ka aswari. Benar ternyata, hasil jaringan mereka benar-benar cukup banyak dan besar-besar. Beberapa kawan-kawan masih asik bermain perahu, ada yang beradu kecepatan mendayung, ada juga yang baru mencoba-coba mengemudikannya.
Bapak Maridun mengambil satu perahu kecil, beliau langsung menuju sebuah goa yang terletak di seberang tempat kami beristirahat. Tidak lama kemudian, ”kalian kesini.. dwi...zenzi..!!!”  teriak bapak  Maridun. Rupanya beliau ingin menunjukan sebuah bekas tampak kaki binatang yang menyerupai harimau di mulut goa, ” dia baru masuk semalam, ada kemungkinan dia memantau keberadaan kita semua dari sini semalam”.  Bekas tampak itu benar-benar terlihat masih baru dan dipercaya bahwa dia belum keluar dari dalam goa, itu terbukti tidak ada tapak lain yang berlawanan arah.
Setelah ikan hasil tangkapan selesai dimasak Rini, kami langsung memakannya dengan penuh selera. Semua anggota tim menyiapkan segala sesuatunya, karna menurut rencana kami akan kembali kedesa sat itu juga. Dengan cuaca yang cukup cerah, perjalanan kan menjadi suatu yang menyenangkan. Tidak ada hujan dan tidak ada banjir yang akan meyergap kami dalam perjalanan.
09.10 Wib kami memulai perjalanan pulang. Jalur-jalur perjalanan yang kemarin kami lalui kembali kami rasakan ,namun suasananya berbeda. Karna hujan tidak turun dan langit begitu terang. Yang cukup mengutirkan adalah, salah seorang  dari kami ternyata terserang penyakit, menurut zenzi, Martin memang sering kambuh sakit malarianya. Dalam perjalanan Martin tidak banyak melakukan gerakan, dia hanya terduduk di atas perahu yang dikemudikan oleh dua orang warga. Dalam beberapa jam kemudian, sekitar pukul 16.00 Wib kami telah sampai di desa, di hilir sungai Air Berau.
Demikianlah catatan perjalanan expedisi yang telah kami lakukan bersama Walhi Bengkulu dan masyarakat lubuk bento. Semoga ini menjadi sebuah catatan yang berguna bagi kawan-kawan lainnya yang berencana akan melakukan perjalanan yang pernah kami lakukan. Dengan harapan bisa dijadikan sebuah catatan panduan untuk mempersiapkan segala sesuatunya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan semoga juga informasi catatan ini bukan untuk dipergunakan sebagai sebuah informasi yang akan menjadi sebuah aktifitas kontraproduktif dan menyalahi kaidah-kaidah kebudayaan dan kearifan yang ada di sekitar sungai Air Berau,.

Bengkulu 15 july 2009 /Walhi Bengkulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar