Fhoto di Bengkulu

Surat Pembelaan Di Pengadilan Bengkulu


Surat Pembelaan Atas Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
( Dibacakan di pengadilan Negeri Tais, Seluma Bengkulu)
Pengadilan Tinggi Tais – Bengkulu



Oleh : Dwi Nanto
Salam Sejahtera
Kepada Majelis Hakim yang Mulia
Jaksa Penuntut Umum,
Penasehat Hukum dan Hadirin Sidang Semuanya

Ilustrasi
Dalam hitungan catatan harian saya, sudah 90 hari 18 masyarakat Pring Baru dan sekitarnya, juga 2 aktifis Lingkungan Walhi Bengkulu menjalani hari-harinya di dalam penjara. Dengan pemberatan dakwaan atas perbuatan menghalang-halangi proses perkebunan di wilayah kuasa PTPN VII Pino-Talo.
Berbagai kisah baik suka maupun duka telah dirasakan di dalam tahanan. Bercampur baur dengan para tahanan yang beragam tingkah dan laku, serta beragam kejahatan-kejahatan sosial yang telah mereka perbuat masing-masing.
Proses pembauran kami dengan para tahanan lain yang beraneka ragam itu, secara langsung mempengaruhi fisik dan psikologis kami. Tidak sedikit dari kami yang bernasib tidak baik dalam tahanan, karena harus merasakan langsung bagaimana sikap mereka yang cukup tidak humanis dan kasar. Dari mereka tahanan yang pernah melakukan pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, juga tipu muslihat yang masih saja tetap dipraktekkan oleh seorang koruptor dan penggelap di dalam kamar tahanan terhadap kami.
Perilaku keseharian seperti inilah yang kemudian menjadi hal baru dan cukup merusak tatanan perilaku kami, kehidupan yang sebelumnya kami jalani di luar tahanan penuh dengan tata krama, aturan agama, kearifan adat istiadat, dihadapkan dengan situasi yang tidak menyenangkan. Kamar yang sempit, dengan ukuran kapasitas 8 orang disulap menjadi 30 orang, kamar mandi yang tidak jarang kosong oleh air, dan menu makan yang tidak selalu baik dan cukup, ditambah harus berebutan untuk mendapatkannya.
Ada sebuah gelar yang diberikan kepada kami, yang bersalah atau tidak bersalah, jika sudah masuk dalam penjara, adalah orang-orang yang sedang menerima azab. Yang artinya, kami yang saat ini sedang memperjuangkan dan mempertahankan hajat hidup untuk anak dan istri kami, telah melakukan dosa besar, sehingga suka atau tidak suka, kami harus menerima azab.

Menyimak Sejarah
               Yang Mulia Majelis Hakim…
Dalam mekanisme hukum alam, setiap mengadakan sebab, maka akan mengakibatkan akibat, begitupun dengan peristiwa proses hukum yang sedang kami alami  saat ini.
Energi masyarakat yang memiliki keyakinan, kemudian melahirkan rencana dalam berbagai cara untuk menyelesaikannya. Masyarakat yang sebelumnya mengenal Lembaga Walhi Bengkulu, yang pada saat ini menjadi peran pendamping, dalam upaya menjembatani proses penyelesaiaan masalah yang mereka alami, juga telah melakukan cara dan upaya untuk bagaimana keberadaan mereka akan mendapatkan tempat dan simpatik dari Lembaga dan lapisan masyarakat lainnya. Namun seperti yang kita ketahui bersama, kebudayaan sosial yang kita punya saat ini, memberi benturan keras kepada mereka. Bahwa semua proses pemberian dalam bentuk rencana dan tindakan tidaklah mudah untuk didapatkan. Semua sudah seperti barang-barang yang mahal. Semua sudah terkalungi bandrol harga, yang mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus menyediakan uang untuk mendapatkannya.
Secara prinsif dan tatanan ideology Walhi, situasi semacam ini bagian dari tantangan yang harus dijawab, menyederhanakan dan merubah perilaku budaya yang kesemua bersumber pada uang, adalah keyakinan yang harus dirubah agar proses pekerjaan yang sedang dipikul, bisa membuahkan buah yang bisa dinikmati oleh semua yang membutuhkan. Dengan harapan, uang tidak harus menjadi ukuran segalanya. Karena buah yang dinikmati dengan benar tentunya adalah  buah yang bisa dinikmati oleh siapapun, termasuk si miskin.
Pada tatanan teknis, Eksekutif Walhi Bengkulu pada saat ini cukup tidak percaya diri untuk menerima permintaan masyarakat Pring Baru dan sekitarnya, tentunya dalam hal mendampingi persoalan  yang mereka hadapi. Tidak maksimalnya kapasitas dan kualitas Sumber Daya Eksekutif Walhi Bengkulu, menjadi salah satu Sumbernya. Namun pemberian kepercayaan yang diberikan terus menerus oleh masyarakat, menjadi energi yang memotifasi kami untuk melakukan apa yang kami bisa lakukan untuk mereka.
Situasi dimana masyarakat terus menerus melakukan hubungan dengan kami, juga disebabkan posisi masyarakat yang tidak mampu lagi untuk dengan siapa mereka akan berbicara dan mengadu akan nasibnya. Aparat hukum dan pemerintah daerah yang dalam hal ini seharus bisa menjadi peran penting dalam menyelesaikan kasus yang terjadi, justru bukan hanya Antipatif, namun juga telah jelas tidak ada upaya untuk mencari jalan terbaiknya, itu terbukti dalam beberapa pertemuan yang telah dilakukan antara masyarakat dan pemerintah setempat, hanya menghasilkan perjanjian-perjanjian yang justru menyudutkan masyarakat, janji-janji politik yang tidak pernah terealisasi menjadi doa-doa palsu yang diberikan pada masyarakat.

Berkaca Pada Negara Tetangga
Dalam menelusuri peradaban manusia, ada 3 masa yang cukup penting untuk kita ketahui.
Pertama : Masa dimana peradaban manusia memaksa manusia untuk bertahan hidup dengan hanya untuk memenuhi kebutuhan substansinya saja (makan, rumah dan pakaian).
Kedua : Masa kolonialisme, melakukan ekspansi jajahan kekuasaan dengan perang, Puncaknya pada era perang dunia ke dua, terjadi di Pasifik dan mencair hampir ke seluruh belahan dunia.
Ketiga : Masa puncak kejayaan manusia, dimana kepentingan ke dua masa sebelumnya menjadi penting dalam membangun kejayaannya. Tanda-tanda masa peradaban ke 3 ini ditandai oleh kemajuan manusia dalam menciptakan alat-alat yang sangat kuat.. Penyempurnaan alat-alat inilah yang kemudian membuat keinginan manusia semakin membabi buta. Manusia tidak lagi cukup hanya kebutuhan makan, tempat tinggal dan pakaian saja. Manusia berangsur-angsur merubah dari dalam hal sikap, cara pandang dan tingkah laku, dalam skema kehidupan moderenisasi.
Penguasaan-penguasaan negara kecil oleh negara besar dan kuat modal, tidak hanya berorientsi ekonomi saja, namum lebih pada eksistensi dan pengakuan atas manusia yang lebih unggul. Dengan melakukan produksi industri barang-barang kebutuhan manusia, teknologi, ilmu pengetahuan dan gaya hidup secara membabi buta dan berlebihan.
Penumpukan barang dari satu negara ke negara lain, gaya hidup konsumtif, kebudayaan yang menabrak nilai-nilai agama, adat istiadat, adalah taktik dan propaganda dari kepentingan negara-negara besar lain yang ingin menguasai sumber sumber alam di dunia ketiga.
Dalam hitungan kalkulasi negara-negara besar yang mengalami kemenangan dan kekalahan dalam era perang dunia ke dua, mereka masih saja rajin untuk membuktikan kekuatan eksistensinya masing-masing, yang pada akhirnya seleksi persaingan dalam segala bidang menjadi pembenaran untuk saling menguasai.
Negara berpenduduk banyak dan memiliki wilayah yang cukup luas seperti Indonesia, tidak mampu untuk melepaskan diri dari tekanan-tekanan kepentingan negara-negara yang memiliki kekuatan modal yang besar.
Kebijakan politik menjadi ruang yang sangat menguntungkan untuk memanjangkan kepentingan negara bermodal besar kepada negara yang lemah. Dengan program peminjaman hutang yang cukup lunak dalam persyaratan, menjadi menu yang sangat lezat bagi negara-negara lemah yang memiliki pemimpin-pemimpin yang kropos dalam mental dan konsumtif.
Berbagai program-program yang tidak tepat sasaran dan perilaku korupsi yang menjamur ditingkatan pemerintahan negara, semakin memperburuk situasi dalam konteks penggunaan dan pengembalian hutang luar negeri. Situasi seperti inilah yang bukan saja menciptakan ketergantungan dalam hal keuangan Negara, namun juga berbagai interfensi kebijakan serta UU tidak lagi berorientasi pada kepentingan kemaslahatan rakyat.
Pada situasi buruk yang dialami karena ketergantungan atas hutang luar negeri yang sulit untuk dikembalikan negara yang bersangkutan, biasanya akan menggadaikan atau menjual murah berbagai Sektor Sumber alam dan manusia sebagai aset negara. Dan sampai pada tingkat yang ekstrim, negara tidak mampu berbuat apa-apa lagi, karena masing-masing kepala yang sedang hidup, memiliki takdir untuk membayar hutang luar negeri sebagai resiko dari tindakan politik kotor yang diterapkan oleh negaranya sendiri.

Di Dalam Negeri
Jakarta, sebelum otonomi daerah, menjadi meja satu-satunya dalam melakukan pengesahan kebijakan dalam pengelolaan Sumber daya alam aset daerah. Namun setelah pencanangan otonomi daerah diterapkan, meja yang dulu menjadi sangat angker dan mistik bagi daerah, kini tidak lagi, karena dengan cepat, meja-meja itu tumbuh seperti jamur dimusim penghujan. Kepala-kepala daerah kini dengan percaya diri dalam menentukan kebijakan-kebijakan daerahnya, mereka tidak diwajibkan lagi untuk melakukan ritual sesembahan yang diserahkan ke Jakarta.
Situasinya tidak sedikit saat ini, Kepala daerah menjadi raja-raja kecil yang baru, dan tidak sedikit pula dari mereka mendadak menjadi kaya raya. Proses saling memperkaya diri ditingkatan pejabat-pejabat daerah, semakin mempercepat kebangkrutan negara. Istilah Si miskin semakin miskin dan Si kaya semakin kaya, telah menjadi skema yang terjadi secara berjamaah dari daerah sampai Jakarta.
Ketika proses saling memperkaya diri pada tingkat pejabat-pejabat daerah ini semakin berlebihan, maka potensi kebangkrutan dan kehancuran disegala bidang akan semakin cepat.
Karena sitem kontrol pusat sangat lemah dan potensi pelanggaran-pelanggaran hukum, HAM akan semakin banyak dan tidak terkendali. Peremehan terhadap aturan-aturan pusat didisain sangat lentur dan berani. Kebijakan daerah bukan lagi berdasar pada UU, namun lebih suka pada selera Pimpinan Daerah. Banyak para Pemodal Asing yang cukup senang dalam situasi seperti ini. Karena bagi mereka, akan sangat mudah dan tidak mengeluarkan biaya banyak ketika semua perijinan bisa diselesaikan langsung ditingkat Kepala Daerah.
Kepemimpinan Daerah saat ini sangat lemah dalam mensejahterakan rakyatnya, berbagai penyebab sudah teruji menjadi salah satu pra syarat penyebabnya, salah satunya adalah semakin menurunya tingkat kesadaran, pengkhianatan dan salah amanah.


Hasrat, Idaman Dan Cita

               Yang Mulia Majelis Hakim
Pada situasi di dalam negeri seperti ini, pusat haruslah lebih memperhatikan daerah, juga mengawasinya secara serius. Dan kepala daerah yang belum mampu untuk membuktikan kemampuan untuk mensejahterakan rakyatnya, segera mungkin harus insyaf, dengan tetap selalu melakukan komunikasi dan koordinasi aktif dalam membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakannya.
Industri-industri yang terbangun dalam perusahaan-perusahaan kecil daerah harus segera menggabungkan diri kepada perusahaan-perusahaan negara. Dan perusahaan-perusahaan negara seperti PTPN VII Pino-Talo, harus menjadikan dirinya sebagai perusahaan yang membawa kemakmuran negara dan yang tidak kalah pentingnya juga, mampu mensejahterakan masyarakat yang ada didekat wilayahnya, tanpa pandang bulu…!
Kita yang menjadi masyarakat negara, akan lebih baik ketika selalu mengingat dan menghormati segala daya upaya para pejuang kita terdahulu, yang tidak lain hanya mengutamakan kehendak negara. Kehendak yang lahir untuk merdeka dan hidup aman dan layak, penuh dengan kesejahteraan, juga berorientasi tidak pandang bulu. Salah satu perwujudannya adalah, mampu menjalankan amanat negara, dengan cakap untuk mengurusi seluruh aset yang menjadi kekayaan negara, dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang memiliki kepentingan negara untuk kesejahteraan rakyatnya.
Dengan dasar seperti inilah, masyarakat Pring Baru dan sekitarnya mencoba melakukan upaya-upaya untuk mengingatkan pejabat-pejabat daerah dan pusat, bahwa ada kesalahan yang cukup fatal yang dilakukan oleh perusahaan negara PTPN VII Pino-Talo Bengkulu. Salah satunya adalah, pemaksaan kehendak perusahaan untuk menguasai dan merebut tanah-tanah masyarakat yang menjadi bagian terpenting dalam menghidupi keluarga-keluarga mereka.
Upaya mengingat ini, sama halnya dengan memberikan penghormatan pada negara dan jasa-jasa para pejuang terdahulunya. Bahwa ada penyelewengan dan pengkhianatan terhadap cita-cita para pejuang kita yang dilakukan oleh pejabat daerah dan pusat.


SeruanBersama
Taktis :
1. Hentikan segera sikap arogansi pihak PTPN VII Pino-Talo Bengkulu, yang saat ini masih saja melakukan penggusuran lahan masyarakat.
2. Membebaskan semua tahanan 18 warga dan 2 aktifis dari tahanan.
3. Pengaruhi kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam memberikan solusi terbaik bagi masyarakat.

Strategis :
1. Mengembalikan tanah masyarakat yang direbut oleh pihak PTPN VII Pino-Talo secara sah.
2. Melibatkan secara langsung masyarakat dalam mengambil kebijakan di PTPN VII Pino-Talo dengan memposisikan masyarakat Pring Baru dn sekitarnya sebagai pelaksana harian PTPN VII atas kepentingan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar